Dari E-Commerce hingga Alkohol: 5 Kebijakan Indonesia yang Picu Tarif 32% dari Trump

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mendorong pemerintah untuk meninjau ulang dan memperjelas lima kebijakan domestik yang dinilai Amerika Serikat merugikan kepentingan mereka. Kebijakan-kebijakan inilah yang memicu Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif bea masuk sebesar 32% terhadap produk asal Indonesia.
Kelima kebijakan tersebut tercantum dalam laporan National Trade Estimate (NTE) 2025 yang dirilis oleh Office of the United States Trade Representative (USTR).
“Pemerintah perlu menelaah secara menyeluruh, mengecek kebenaran tuduhan tersebut, serta mengevaluasi dampaknya terhadap hubungan dagang Indonesia-AS,” kata Ketua Umum Kadin, Anindya Novyan Bakrie, Sabtu lalu.
Berikut lima kebijakan Indonesia yang dipermasalahkan oleh Amerika Serikat:
1. Regulasi Tarif Impor untuk Barang Kiriman
AS menyoroti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199/2019 yang telah direvisi menjadi PMK No. 96/2023. Menurut Washington, regulasi ini menghambat masuknya produk AS ke pasar Indonesia. Revisi aturan tersebut mewajibkan kerja sama antara importir e-commerce berskala besar dengan bea cukai, mengklasifikasikan platform sebagai importir, memperluas cakupan tarif Most Favoured Nation (MFN), dan memperkenalkan ketentuan ekspor untuk mendukung UMKM lintas negara.
2. Prosedur Pemeriksaan Pajak yang Rumit
USTR menilai proses audit oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia terlalu rumit, tidak transparan, serta menjatuhkan sanksi besar hanya untuk kesalahan administratif. Sistem penyelesaian sengketa pun dianggap belum memiliki dasar hukum yang jelas.
3. Pajak Penghasilan atas Barang Impor
PMK No. 41/2022 memperluas cakupan barang impor yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22. Perusahaan AS mengeluhkan proses pengembalian kelebihan bayar pajak yang lama dan tidak pasti.
4. Cukai Lebih Tinggi untuk Minuman Beralkohol Impor
Minuman beralkohol impor dikenakan cukai jauh lebih tinggi dibandingkan produk dalam negeri. Perbedaannya mencapai 24% untuk minuman dengan kandungan alkohol 5–20%, dan hingga 52% untuk yang mengandung alkohol 20–55%.
5. Revisi Aturan Neraca Komoditas
AS menentang Peraturan Presiden No. 61/2024 yang memperluas daftar komoditas yang memerlukan izin impor dari 5 jenis menjadi 19. Mulai 2025, bawang putih masuk daftar, disusul apel, anggur, dan jeruk pada 2026.
Anindya menekankan pentingnya tanggapan yang konstruktif agar tidak terjadi kesalahpahaman yang bisa merusak hubungan bilateral.
“Pemerintah harus menyampaikan posisi yang jelas, berbasis data dan argumentasi yang kuat. Kadin mendukung pembentukan tim khusus untuk klarifikasi dan negosiasi langsung menanggapi laporan USTR,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa tarif 32% ini dapat mengganggu surplus perdagangan Indonesia dan mempersempit ruang kerja sama ekonomi kedua negara.
“Kita tidak boleh diam atas tuduhan sepihak ini, tapi juga tidak boleh bereaksi berlebihan. Respons yang bijak dan diplomatis tetap menjadi pilihan terbaik,” tambah Anindya.
Kadin pun berkomitmen mendukung diplomasi ekonomi Indonesia melalui berbagai kanal, termasuk Kamar Dagang AS (US Chamber of Commerce) dan AmCham Indonesia.
Tarif baru dari Presiden Trump ini merupakan lonjakan tajam dari tarif standar 10% yang diberlakukan pada banyak negara lain.
Menurut Gedung Putih, tarif tinggi ini dikenakan pada negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar terhadap AS. Sepanjang 2024, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar $16,84 miliar dengan AS — yang tertinggi dibanding mitra dagang lainnya, disusul India ($15,39 miliar), Filipina ($8,85 miliar), Malaysia ($4,13 miliar), dan Jepang ($3,71 miliar).